Pemerintah Indonesia menargetkan penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 269 GW hingga 2060, atau rata-rata 10,1 GW per tahun. PLN melalui RUPTL 2025–2034 menargetkan penambahan 42,1 GW energi terbarukan. Namun, hingga Agustus 2025, kapasitas pembangkit baru mencapai 15,2 GW, jauh di bawah potensi teknis yang mencapai 3,66 TW.
Lambatnya adopsi energi terbarukan disebabkan proses pengadaan yang belum transparan dan minim kepastian. Skema Produsen Listrik Swasta (IPP) belum optimal karena pengembang harus masuk Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) yang prosesnya dinilai tidak jelas, sementara risiko dan biaya studi kelayakan ditanggung pengembang sejak awal.
Menurut Dwi Cahya Agung Saputra, Koordinator Transisi Sistem Ketenagalistrikan IESR, PLN masih membandingkan tarif energi terbarukan dengan biaya listrik PLTU yang disubsidi melalui kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), sehingga menghambat daya tarik investasi. Selain itu, ketiadaan kalender pengadaan proyek multiyear menyulitkan pengembang mempersiapkan diri.
Hambatan lain muncul pada tahap pasca-lelang seperti keterlambatan konstruksi akibat masalah izin lahan, tumpang tindih tata ruang, dan penolakan masyarakat. Untuk mengatasinya, IESR mengajukan tiga langkah:
Selain perbaikan mekanisme nasional, IESR menyoroti potensi besar di wilayah timur Indonesia. Nusa Tenggara Timur (NTT) menargetkan 47% energi terbarukan pada 2034, dengan potensi mencapai 30,81 GW, terutama dari energi surya. Strategi jangka pendek meliputi pembatalan proyek PLTU dan PLTG untuk menghindari biaya transisi yang mahal, sedangkan jangka panjang mendorong pensiun dini pembangkit fosil. Total investasi yang dibutuhkan untuk mewujudkan 100% energi terbarukan di Pulau Timor diperkirakan US$1,54 miliar (2026–2050).
Pendekatan serupa diusulkan untuk Pulau Sumbawa yang memiliki potensi 10,21 GW, dengan strategi penggantian pembangkit fosil menjadi energi terbarukan dan dalam jangka panjang beralih ke hidrogen dan amonia hijau. Upaya ini menjadi bagian penting dalam mendukung target net-zero emission 2060 serta memperluas akses energi bersih, terjangkau, dan andal di seluruh Indonesia.