Jakarta (06/10/2025) Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dan mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Salah satu strategi utama untuk mencapai target tersebut adalah percepatan transisi energi. Upaya ini tidak hanya mendukung komitmen Indonesia dalam Paris Agreement untuk menahan kenaikan suhu bumi di bawah 2°C, tetapi juga membuka peluang investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau yang berkelanjutan.
Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Prof. Mari Elka Pangestu, menegaskan bahwa transisi energi bukan sekadar mengganti sumber energi fosil dengan energi terbarukan.
“Transisi energi adalah mengubah paradigma pembangunan menuju pertumbuhan ekonomi yang hijau, tangguh, dan berkeadilan,” ujarnya saat membuka Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama ICEF di Jakarta, Senin (6/10/2025).
Prof. Mari menyampaikan bahwa keberhasilan transisi energi sangat bergantung pada komitmen politik dan konsistensi kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah. Ia menekankan pentingnya pembentukan platform nasional untuk energi terbarukan guna menyatukan pendanaan dan dukungan internasional.
Ia juga menyoroti perlunya reformasi subsidi energi untuk mendorong pengembangan energi bersih. Menurutnya, insentif fiskal dan regulasi karbon harus diperkuat melalui penerapan sistem perdagangan emisi dan pajak karbon. Revisi Perpres No. 98/2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon yang sedang dibahas saat ini dinilai akan menentukan arah baru pasar karbon di Indonesia.
Dukungan terhadap ambisi Indonesia datang dari berbagai pihak internasional, termasuk Inggris. Matthew Downing, Chargé d’Affaires Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, menyampaikan apresiasinya terhadap komitmen Presiden Prabowo yang menargetkan 100 persen energi terbarukan dalam satu dekade ke depan.
“Kami menyambut baik ambisi besar Indonesia untuk beralih dari pembangunan berbasis bahan bakar fosil menuju masa depan yang didukung energi terbarukan. Kami bangga dapat mendukung transisi ini bukan hanya sebagai mitra terpercaya, tetapi juga sebagai bagian dari kebijakan luar negeri kami,” ujar Downing.
Pada November 2024, Presiden Prabowo bertemu dengan Perdana Menteri Inggris dan menyepakati untuk memperkuat kerja sama melalui Kemitraan Strategis yang lebih mendalam. Isu iklim dan energi menjadi salah satu pilar utama kemitraan tersebut, selain pertumbuhan ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta hubungan antarwarga.
“Kami menantikan penandatanganan Kemitraan Strategis ini dengan Indonesia dalam waktu dekat untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan, inklusif, dan ambisius,” tambahnya.